Senin, 26 April 2010

EMANSIPASI WANITA

Itulah kiranya sebuah karya pikir dari seorang wanita bernama Kartini yang telah berhasil membebaskan kaum wanita dari mainstream yang memaksa kaum wanita untuk hanya sekedar menjadi ibu rumah tangga yang hanya berurusan dengan “3-ur” (dapur, sumur dan kasur).
Emansipasi yang didengungkan oleh Kartini, mewakili letupan perasaan yang selama bertahun-tahun dirasakan oleh wanita pada saat itu. Kata emansipasi seakan menjadi bola salju yang semakin lama semakin membesar menggelinding mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.
Peranan wanita selalu terdiskreditkan pada saat itu, dimana terjadi serba pelarangan baginya. Tapi Kartini berhasil memperjuangkan hak-hak wanita dari kungkungan stigma yang telah lama terbentuk di masyarakat Indonesia pada saat itu.
Rupanya perjuangan Kartini tak sia-sia, terbukti kini banyak penerus Kartini yang telah berhasil mencapai puncak prestasi yang setara tengan posisi kaum laki-laki diberbagai segi kehidupan. Sudah tak aneh lagi bila dibeberapa wilayah, daerah, institusi, bahkan negara dipimpin oleh seorang wanita. Lumrah kini sudah terbentuk, tinggal bagaimana kini kualitas kepemimpinan seorang wanita mampu terjaga dan dipertahankan.
Meski didalam Al qur’an sendiri menjelaskan dengan sebuah ayat yang berbunyi arrijalu qowwamu ala anisa yang artinya laki-laki merupakan pemimpin atas perempuan. Meskipun demikian, tapi tidak ada penekanan disitu bahwa seorang pemimpin haruslah seorang laki-laki. Karena Allah memang maha adil memperlakukan semua hambanya baik adam maupun hawa, sehingga tak ada satu pihak pun yang merasa terdiskreditkan.
Tapi anehnya masih ada juga sebagian masyarakat yang tidak begitu perduli dengan emansipasi wanita, sehingga mereka tak mudah begitu saja merelakan dirinya dipimpin oleh seorang wanita. Entah, apakah sebagian itu adalah mereka yang tidak open minded atau mungkin memiliki beberapa pertimbangan untuk tidak menghargai emansipasi yang mati-matian diperjuangkan oleh Kartini.
Sejatinya seorang pemimpin adalah mereka yang secara wawasan, pengetahuan, kemampuan, dan kepemimpinan berada pada tahap diatas rata-rata, sehingga ia dapat mengayomi orang-orang yang berada disekitarnya. Apabila yang berada pada tahap itu adalah seorang wanita. So, saya pikir tak ada salahnya untuk memilihnya, ketimbang harus memaksakan pemimpin laki-laki, tapi tak memiliki criteria yang telah dijabarkan sebagai sebaik-baiknya seorang pemimpin.
So.., jangan takut memilih pemimpin seorang wanita, bila memang wanita itu layak untuk menjadi seorang pemimpin…

The real man or the loser man….????

Suatu hari saya bertiga bersama teman saya berada didalam bus trans Jakarta. Pada saat itu keadaan tidak terlalu padat dan tidak terlalu sepi juga. Ketika sampai disebuah halte berikutnya, masuklah seorang ibu-ibu dengan lantai gontai disertai mata yang melirik kiri dan kanan mencari posisi tempat duduk yang kosong. Tapi rupanya harapan itu sirna, karena semua tempat duduk sudah terisi.
Tiba-tiba saja seorang teman yang berinisial “A” berdiri dan merelakan tempat duduknya untuk ibu tadi. Dengan penuh keikhlasan sahabat saya berdiri dan menggantungkan tangannya dipegangan tangan yang tersedia untuk penumpang yang berdiri.
Jiwa social sahabat saya memang sangat tinggi. Tapi uniknya, dia mau merelakan tempat duduknya hanya untuk seorang ibu-ibu. Ia tak akan mau apabila merelakan kursinya untuk perempuan muda yang cantik dan menarik. Begitu ujarnya… Terbukti, pada saat duduk kembali, dan ada seorang wanita muda cantik dan menarik yang berdiri dihadapannya, ia tidak mempersilahkan wanita muda yang cantik menawan itu untuk duduk.
Rasional memang, bila kita pikirkan lebih dalam. Karena seorang wanita muda, sudah barang tentu memiliki fisik yang jauh lebih baik dari ibu-ibu. Tapi terkadang hal ini tidak disadari oleh para wanita muda usia. Ketika ia tidak kebagian tempat duduk, sedangkan dihadapannya pada waktu itu ada seorang laki-laki muda sedang duduk, tak jarang wanita muda bergumam dalam hati, atau bahkan mungkin di ucapkan dengan lisan kata-kata ini…”ngalah sedikit sama cewe apa susahnya sih..???” atau mungkin “egois banget sih nih cowo.., gak gentle banget, ngeliat cewe dibiarin berdiri”
Wajar memang bila terjadi hal seperti itu, karena wanita hakikatnya memang selalu ingin dimengerti. Tapi bila saya pikir, justru cowo yang cuek dengan membiarkan wanita berdiri itu adalah “the real man”. Malah justru cowo yang memberikan tempat duduknya pada wanita muda nan cantik yang belum dikenalnya adalah “the loser man”. Awalnya memberikan bantuan, tapi ujung-ujungnya pasti minta kenalan.
Memang tidak semua lelaki seperti itu, tapi memang kebanyakan seperti itu. Makanya penulis tidak suka sama lelaki.
Dengan tidak mengalah pada wanita bukan berarti, lelaki tidak pengertian. Tapi pasti ada beberapa alasan yang menjadi pertimbangan, diantaranya: kondisi fisik, pola pikir dan lingkungan yang membentuk kepribadian lelaki tersebut.
So, jangalah su’udzon terhadap seorang lelaki….

Love is never without jealousy…

Itulah padanan kata yang saya dapat dari salah satu novel fenomenal di negeri ini. Sebuah kata padanan kata yang sederhana, tetapi syarat akan makna. Seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan antara cinta dan cemburu.

Banyak pujangga menyatakan cemburu merupakan tanda cinta, tapi banyak juga yang tidak merasa nyaman ketika seseorang merasa di cemburui, secara tidak langsung ia tidak merasa nyaman dengan tanda-tanda cinta tersebut. Berarti konsep cemburu para pujangga telah dipecahkan dengan dengan konsep realita kehidupan manusia. Tapi masih banyak juga yang mengkultuskan arti cemburu sebagai tanda cinta.

Aneh memang bila didapati rasa cinta tanpa sebuah kecemburuan. Ibaratnya bagai sayur tanpa garam, begitulah ujar beberapa pasangan yang saya wawancarai. Tapi apabila rasa cemburu telah membutakan mata, malah bisa menjadi boomerang bagi yang merasakannya. Karena cemburu buta merupakan sesuatu yang destruktif yang hanya dilampiaskan dengan perbuatan tanpa mengakui bahwa dirinya sedang merasa cemburu, misalnya dengan tiba-tiba ngambek disertai marah-marah yang tak jelas asal muasalnya serta dengan menjelek-jelekkan orang lain yang menjadi objek kecemburuannya.

Oleh karena itu kalaupun merasakan cemburu, hendaknya tidak dalam keadaan cemburu buta. Tapi dengan cemburu melek. Karena apabila kita melek, walaupun kita sedang merasakan sebuah kecemburuan yang teramat sangat, tapi dampak dari kecemburuan kita masih dapat terarah dan terukur. Biasanya orang yang cemburu melek ia hanya berdiam diri sambil instropeksi dan mencari tahu apa yang menyebabkan perang dunia bisa terjadi. Sehingga ia lebih proaktif untuk mencegah rasa cemburu itu datang lagi.

Adapun orang yang sama sekali tidak cemburu ketika pasangannya memperhatikan orang lain. kemungkinannya ada dua. Yang pertama, orang itu memang tidak begitu sayang pada pasangannya, sehingga dengan siapapun pasangannya berinteraksi, tak sedikitpun rasa cemburu itu hinggap padanya. Kemungkinan yang kedua yaitu, orang tersebut mencintai pasangannya secara tulus sehingga baginya cinta tidak perlu memiliki, seandainya pacarnya bisa lebih bahagia dengan orang lain maka ia pun akan ikhlas melepaskannya.

Silahkan anda nilai pasangan masing-masing. Termasuk kedalam golongan apakah
pasangan anda. Mudah-mudahan ini dapat bermanfaat bagi anda untuk dapat mengerti serta memahami karakteristik setiap pasangan yang anda miliki. Kalaupun anda masih belum punya pasangan, paling tidak ini dapat berguna sebagai referensi atau buku saku ketika anda sedang menyeleksi seseorang yang akan mendampingi anda kelak.