Jumat, 19 Februari 2010

Phobia Kejujuran…..

Pada suatu hari, ada seorang pria yang terlihat sangat dekat dengan seorang wanita. Belakangan diketahui, ternyata pria tersebut sedang dalam proses pendekatan dengan wanita itu. Keduanya selalu terlihat bersama kemana-kemana. Bila ada si wanita, pasti ada si pria.
Banyak teman-teman yang mengatakan keduanya sangat cocok apabila menjalin sebuah hubungan kasih. Karena mereka berdua sangat klop sekali, mungkin bila meminjam istilah yang sering dipakai anak-anak gaul saat ini bisa dikatakan “chemistrinya” dapet banget…hehehe…
Walaupun terlihat cocok, akan tetapi pria tersebut tak kunjung mengungkapkan rasa cintanya pada si wanita tersebut. Hal itu tentunya membuat gerah teman-teman dekat mereka yang mengharapkan keduanya segera meresmikan hubungan percintaan mereka. Ketika ditanyakan oleh temannya, mengapa sampai saat ini dia masih juga belum mengungkapkan perasaan pada wanita itu, defense mekanisnya selalu bekerja dengan mengalihkan pembicaraan ke lain hal.
Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan pernyataan yang diharapkan tak kunjung keluar dari mulut pria tersebut. Tentu hal itu membuat bingung orang-orang disekitar mereka.
Sampai pada suatu hari, karena sudah tidak sabar menunggu pria tersebut menyatakan pernyataan cintanya kepada wanita yang dicintainya. Seorang teman coba menanyakan hal itu. “kenapa kamu tak kunjung menyatakan cinta kepada dia”? sontak pria itu kaget dibuatnya, lalu bertanya dalam hati “mengapa temanku menanyakan hal ini ya?”. Pria itu hanya diam membisu, tapi seorang temannya itu sangatlah sabar menunggu.
Akhirnya pria itu mau juga membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan dari temannya.
Pria: maaf bisa diulang lagi pertanyaannya…!!!
Teman:heemm…, baiklah….”mengapa kamu tak kunjung menyatakan cintamu pada wanita yang sudah dekat denganmu itu…???
Pria: sebenarnya aku takut, makanya aku tidak berani mengungkapkan itu.
Teman: loh….apa yang kamu takuti, toh si dia juga terlihat memberikan respon kepadamu…!!!
Pria: bukan itu….!!!
Teman: lalu apa….????
Pria: kalau aku mengungkapkan perasaan ini, berarti aku telah jujur kepada perasaanku sendiri dan kepada dia….
Teman : loh…, bukannya itu yang kita semua harapkan….???
Pria: tapi masalahnya dulu sebelum meninggal ibuku pernah berkata…”kejujuran itu sakit nak”dan “kejujuran itu mahal”….nah, maka dari itu kenapa aku tidak mau jujur pada dia, karena jika aku menyatakan perasaanku yang sejujur-jujurnya kepada dia, berarti aku sama juga menyakiti dia dan juga berarti aku menyakiti diriku sendiri. Makanya sampai sekarang aku tidak mau jujur sama dia tentang perasaanku, karena aku tidak mau menyakiti dia…
Teman: HAAAAAAAAAAAAAAAAAhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh………!!!!! Gubrak……………………!!!!!
Mugkin tak bisa disalahkan juga, persepsi seorang pria pada cerita diatas tentang arti sebuah kejujuran. Karena sebagai contohnya banyak kita saksikan pada politisi-politisi negeri ini.
Akhirnya saya paham, mengapa banyak politisi negeri ini yang tidak jujur. Barangkali mereka memiliki persepsi yang sama (dengan pria pada cerita diatas) tentang sebuah kejujuran. Berarti para politisi kita saat ini tidak mau menyakiti hati rakyat dengan mengungkapkan sebuah kejujuran. Jadi, ini merupakan sebuah kewajaran, bila mereka tidak mau jujur. Karena kita sama-sama tahu, mereka duduk dikursi kekuasaan saat ini karena dipilih oleh rakyat. Secara otomatis berarti mereka pun tidak ingin menyakiti rakyat yang telah memberikan mandat kepadanya. (nyindir mode on)
Arti kejujuran secara definitif itu sendiri adalah mengungkap sebuah fakta tanpa adanya sebuah rekayasa. Bila realitanya seperti sekarang ini, berarti kita bisa sama-sama menilai sendiri apa yang sebenarnya yang telah terjadi.
Yah, kita berharap saja para politisi negeri saat ini memang benar-benar mengalami phobia kejujuran yang sama dengan pria pada cerita. Karena Islam pun mengajarkan kita untuk tidak su’udzon pada seseorang. Bila memakai istilah mahasiswa hukum sih, kita harus menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dalam menilai dan menghakimi seseorang. Kalau istilah mahasiswa psikologi sih, kita harus sadar akan adanya individual differences. Jujur atau tidak jujur itu sebuah pilihan, tergantung pada individu masing-masing dalam mempersepsikan itu yang diwujudkan dalam sebuah decision making.

Kamis, 11 Februari 2010

Ini Bukan Puisi…

Wanita dan cinta… Lagi-lagi kata-kata itu yang tak pernah luput menjadi pembahasan disekitar kita. Kenapa harus wanita…??? Kenapa juga bukan pria…??? Entahlah, sepertinya itu sudah jadi suratan takdir Tuhan. Akan tetapi, rasanya tidak adil bagi kaum pria bila keadaannya tak terganti seperti ini. Padahal kita yakini Tuhan itu Maha Adil.
Bila kita merunut sejarah penciptaan manusia, dimana Allah menciptakan Adam yang di temani dengan Hawa (pada saat itu jumlah laki-laki dan perempuan sama), tapi mengapa sekarang jumlah wanita lebih banyak dari pada pria…?? Pertanyaan inilah yang rupanya yang masih belum ditemukan jawabannya. Sebagai manusia biasa kita hanya bisa menerka-nerka, tanpa mengetahui kebenaran yang nyata.
Kemudian masalah cinta. Disebutkan bahwa wanita cenderung lebih dalam mencintai, ketimbang pria. Sebenarnya lelucon apalagi ini??? Kenapa selalu saja kaum pria selalu di diskreditkan dihadapan seorang wanita. Padahal kita sadari semua, cinta merupakan anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia (pria & wanita) dengan proporsi yang sama.
Ini bukan masalah kecemburuan pria terhadap wanita, tapi mencoba menguak misteri social dengan fakta yang nyata sesuai realita. Bukan juga sebuah protes dari sebuah pengkhususan perlakuan untuk wanita ketimbang pria, tapi disini merupakan tahap untuk dapat mengerti sebuah proses.
Atau mungkin karena saya seorang pria yang perasa, sehingga begitu sensitifnya menanggapi berbagai fenomena tentang wanita. Padahal sejatinya tidak ada pembedaan seperti itu.
Atau mungkin karena saya seorang pria yang banyak mengenyam kecewa, sehingga membentuk persepsi kognitif yang salah tentang wanita.
Atau mungkin saya sedang jatuh cinta dengan seorang wanita, sehingga yang memenuhi pikiran ini hanyalah wanita dan cinta, padahal didalam kenyataannya pembahasan disekitar kita tidak hanya berbicara tentang wanita dan cinta. Akan tetapi membuat kamuflase dengan kecerdikan memadu padankan kata ,sehingga dapat mengaburkan semua fakta dan realita yang ada….
Entahlah….
Kita tunggu saja tanggal mainnya……..!!!

Jumat, 05 Februari 2010

The Barbarian

Potret sebuah gambaran kebiadaban muncul ketika adanya ancaman yang kuat yaitu dirasa keluar dari pandangan sebuah entitas politik sebagai kekuatan, dalam pembahasan ini yaitu sebuah kemampuan, tapi sebagai budaya yang tak bermutu. Menurut sejarah contoh gambaran ini terdapat pada orang Yunani yang berada di suku Jerman utara. Gambaran dari kebiadaban itu terdapat pada keagresifan masyarakat pada masa monolithic dalam memutuskan struktur, kelicikan, dan rela untuk tidak mengatakan kebrutalan yang mencakup pemusnahan secara teratur terhadap suatu golongan bangsa, dan siapa yang tekun untuk mengambil keuntungan pada sebuah kekuasaan. Biasanya emosi dan gambaran suku ini sangat menjijikan lebih dari sesuatu yang sangat menjijikan (karena barbarian merupakan pertimbangan besar didalam kemampuan, dasar pemikiran budaya yang bermutu rendah), kemarahan dan ketakutan. Yang terjadi belakangan ini merupakan sebuah hasil dari kemampuan kekuasaan dari seorang barbarian. Barang siapa yang tidak berbagi maka akan menjadi didakwa sebagai seorang pengecut dan berkhianat.
Sebab dari teori kedua dan kekayaan emosi, pada pembahasan ini belum tentu pada keagresifan sikap pertahanan. Ketakutan dihasilkan oleh kemampuan yang tidak sejalan sehingga membuat seseorang menyukai menghindar langsung dari konflik. Alasan yang paling utama adalah untuk berhadapan dengan suku barbarian adalah mencari musuh yang bisa dibujuk dengan beberapa kemungkinan kegagalan untuk setuju dengan perlakuan yang berpengaruh, serius dan kurang baik, yang membuat penduduk tertarik. Didalam teori identitas social, orang yang merasa mungkin menyukai untuk mengikutsertakan dirinya didalam kompetisi langsung dengan apa yang dia benci dan lawan yang menjijikan, bagian yang paling hebat dari eliminasi ancaman keseluruhan, tapi tidak dapat, karena terlalu kuat. Malah, kita harus membangun koalisi untuk mengatasi kelemahan dan memperbaiki kemampuan untuk mengurangi the barbarian.
Beberapa contoh diatas baru saja terjadi di dunia internasional dan konflik politik domestic. Kasus internasional termasuk persepsi Israel terhadap bangsa Arab. Walaupun Negara Arab tidak berkuasa melebihi kemampuan militer Israel, polulasi yang besar dan mencari keuntungan untuk yang sudah pasti, harapan Israel itu memiliki potensi menjadi penguasa. Meskipun dirasa pikirannya rendah, kemungkinan itu terlihat sebagai kekuasaan penuh dalam senjata konvensional yang tidak hanya dapat dicapai tapi tidak dapat dihindarkan. Contoh kedua, terjadi didalam perpecahan Yugoslavia, yang mana mempercayai diri mereka untuk menjadi bangsa Serbia, tapi lebih melemah dalam kemapuan. (Cottan & Cottam, 2001). Pada kasus kedua, musuh meminta: Israel melihat pada US dan Eropa, dan Kroasia melihat pada Slovenia dan selain Negara Eropa semangat ini berasal dari usaha untuk merdeka dari Yugoslavia.

Its not about Love

Terkadang kita bingung dibuatnya
Terkadang rasa itu begitu menyiksa
Tak jarang membuat kita selalu bertanya
Karena sampai sekarang hal itu masih maya

Motivasi selalu kita pompakan
Sebagai defense dari sebuah kejenuhan
Orientasi selalu kita bangun secara temporal, spatial dan individual
Sebagai upaya menjalin sebuah relasi sosial
Tak jarang segala macam phobia kita hadang
Demi mendapatkan sebuah impian yang selalu kita gadang-gadang
Asal jangan membuat yang haram jadi halal
Karena kita sadar akan gejala multiaxial

Ini bukan tentang cinta
Ini bukan tentang wanita
Ini bukan kata-kata pujangga cinta
Ini bukan kata-kata pujangga wanita
Tapi ini adalah sebuah keluh tentang cita-cita
Ini adalah sebuah sastra dari sebuah makna kata
Ini hanya sebuah gurat pemikiran dari mulai alfa sampai beta
Ini adalah sebuah domain psikologi yang kucoba rangkai, karena syarat makna…
Hahahahahaha…….

Quo Vadis Pansus Century

Sudah hampir dua bulan pansus angket Century bekerja. Mulai dari pagi sampai tengah malam mereka bekerja mengumpulkan data dari kesaksian beberapa tokoh yang diduga terkait dalam kasus bail out Century. Beberapa tokoh berhasil dihadirkan, demi mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan untuk mengungkap kebenaran dari sebuah tuduhan konspirasi pengeluaran dana bailout Bank Century mulai dari Boediono, Sri Mulyani, Jusuf Kalla, Robert Tantular, Darmin Nasution dan masih ada beberapa tokoh lagi yang dihadirkan untuk dimintai keterangannya dalam kasus ini. Setelah berlangsung lebih dari sebulan, anehnya sepertinya tak banyak data dan informasi yang diperoleh, sehingga pansus seakan belum siap mengeluarkan keputusan sementara. Bila dilihat dari rentang waktu yang dimiliki Pansus, memang mereka masih memiliki waktu untuk mengumumkan itu. Tapi paling tidak, ada sedikit secercah pencerahan sehingga rakyat tal lagi bertanya-tanya tentang apa yang dikerjakan Pansus selama ini. Karena dalam hal ini rakyat sendiri tidak mau tahu menahu tentang apa yang terjadi didalam Pansus, yang rakyat inginkan adalah adanya sebuah kejelasan mengenai kasus ini, asumsinya adalah rakyat sudah mengembankan amanahnya pada anggota dewan terhormat, dan didalamnya termasuk panitia angket Bank Century itu. Terkesan egois memang, ya tapi itulah hakikatnya rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi.
Harapan demi harapan selalu ditunggu, kejelasan demi kejelasan selalu dicari untuk memecahkan missing link yang terjadi pada aliran dana Century. Tapi sepertinya rakyat masih harus menunggu dan menunggu, karena pansus kelihatannya lebih dulu mementingkan penyelesaian konflik diantara sesama anggota pansus. Wajar memang, karena anggota pansus terdiri dari beberapa fraksi yang memiliki perbedaan pemahaman dan perbedaan kepentingan. Tampaknya pansus harus mencocokkan kesimpulan yang diambil dari setiap fraksi. Logikanya, menyatukan pikiran saja bisa memakan waktu yang lama, lalu bagaimana dengan kasus ini, dimana pansus harus menyatukan perbedaan kepentingan. Tapi tak apalah, asalkan nantinya pansus dapat menghasilkan sebuah kesimpulan yang jelas, jangan malah meninabobokan rakyat karena harus menunggu lama sebuah kesimpulan yang dikeluarkan pansus.
Perdebatan alot memang selalu mewarnai kegiatan pansus. Entahlah apa yang mereka perdebatkan, rupanya mereka masih belum menyadari hakikat mereka sebagai pengemban amanah rakyat yang seharusnya memiliki kesatuan visi, tapi malah sebuah ironi yang terjadi didalamnya. Karena kini telah terjadi apa yang dinamakan “Politik Barbar” dimana terjadi serang menyerang argument antara sesama anggota pansus untuk membenarkan argumennya. Padahal mereka berada didalam sebuah institusi yang seharunya membuat mereka semakin terhormat dan selalu memperjuangkan kebenaran. Hanya sebagian anggota pansus yang benar-benar serius ingin membongkar kasus Century ini, karena sisanya merupakan mitra koalisi, sehingga mau tidak mau harus mengikuti power dari pihak koalisi, oleh karena itu dirasakan kini tujuan dari pansus ini seakan berbelok tidak lagi pada jalurnya, tapi seakan diperhalus dengan konflik-konflik yang terjadi agar dapat menyamarkan pembelokkan arah ini. Oleh karena itu, rakyat selalu disajikan pemandangan anngota pansus yang selalu berseteru, sehingga ini dapat menjadi sebuah alibi bagi pansus apabila rakyat mulai menanyakan kinerja pansus selama ini, terlebih lagi peran media yang begitu setia meliput kerja pansus, tentu semakin berhasil tujuan pembelokkan pansus, tapi sayangnya tidak semua jeli melihat itu.
Hal ini terlebih dapat karena komposisi anggota pansus itu sendiri lebih didominasi frkasi yang mendukung pemerintahan pada masa itu, rupanya blok koalisi lebih besar proporsinya ketimbang blok oposisi, otomatis ini sangat mendukung sekali. tapi rasanya jelas juga dapat terlihat, dari vokalitas anggota pansus yang hanya itu-itu saja orangnya, mulai dari Marruarar Sirait, Ganjar Pranowo, Melchias…, dan Akbar Faisal, dan sisanya lagi entah kemana. Kalaupun mengajukan pertanyaan, ya rasanya ngambang terdengar pertanyaannya. Adapun dari fraksi Demokrat yang terlihat seperti pasang badan tentang kasus ini, dengan selalu menyimpulkan tidak ada yang salah dari bail out Century. Tentu berbading terbalik dengan fraksi PDI P, Hanura, dan Gerindra yang menyimpulkan telah terjadi sebuah kekeliruan terhadap proses penyelamatan Bank Century.
Seperti yang kita ketahui bersama fraksi Demokrat merupakan fraksi yang berpengaruh besar dipansus. Selain jumlah anngotanya yang kuat, fraksi-fraksi yang lain (kecuali PDI-P, Gerindra dan Hanura) merupakan mitra koalisi, oleh karena itu secara otomatis power yang mampu mempengaruhi apapun keputusan dari pansus ini tentunya dari fraksi ini. Tapi tidak menutup kemungkinan “Minority Influence” malah dapat lebih berpengaruh, karena penelitian terdahulu pernah menunjukkan adanya kekuatan minoritas yang dengan sukses mempengaruhi suara mayoritas dibawah keadaan spesifik (Kaarbo, 1998; Karboo & Beasley, 1998; Moscovici, 1985). Suksenya suara minoritas mendesak suara pengaruh suara mayoritas dengan tetap menjadi oposisi (Wood Lundgter, Oullete, Besceme, & Blackstorie, 1994), setiap anggota oposisi yang konsisten memperjuangkan suara minoritas merasa lebih jujur dan berkompeten (Bassili & Provencal, 1988). Rasanya teori diatas memang benar-benar menujukkan keadaan sekarang yang terjadi didalam Pansus Century.
Dengan adanya perdebatan dari beberapa fraksi ini, sebenarnya hanya menambah rakyat semakin bingung. Sebenarnya akan dibawa kemana kasus Century ini??? Apakah akan dibawa keranah hukum, atau malah akan dibawa keranah politik. Padahal sudah seringkali beberpa anggota Pansus mengatakan, didalam pansus ini kita bukan mencari siapa yang menang dan siapa yang kalah, tapi kita mencari siapa yang benar dan siapa yang salah. Tapi anehnya sekarang malah berkembang isu tentang “pemakzulan” presiden dari arah Pansus Century ini. Berarti secara eksplisit sangatlah jelas Pansus ini tidak lagi berada dijalur hukum, tapi sudah berbelok mengembara kearah politik dengan isu impeachment tersebut.
Mudah-mudahan kesimpulan yang nantinya dihasilkan oleh Pansus Century, benar-benar kesimpulan yang sesungguhnya, tak ada lagi tunggang-menunggang kepentingan untuk membelokkan kesimpulan dari kasus ini, karena sejatinya rakyat sudah lelah dengan semua pembodohan ini, sekarang sudah saatnya kedaulatan rakyat benar-benar ditegakkan, sehingga tak ada lagi borok-borok yang tersamarkan, dan tentunya proses hukum dari hasil Pansus ini nantinya tidak hanya menjadi isapan jempol tapi benar-benar dijalankan sebagaimana mestinya.
Sebagai rakyat biasa kita hanya mampu berdoa, semoga kasus ini dapat benar-benar terselesaikan sampai ke akar-akarnya, tentu rakyat akan selalu memantau kasus ini. Mulailah belajar menerima kenyataan, jangan malah menutupi sebuah kenyataan. Mungkin itulah sedikit himbauan bagi para anggota Pansus angket Century, karena kini rakyat sudah pasang badan untuk terus memantau penyelesaian kasus ini,,, tangan terkepal dan maju kemuka…!!!!